Monday, 10 June 2013

Pemancar FM 500 mWatt; Ronica SC-197

Project ini merupakan project favorit saya karena menggunakan komponen-komponen yang murah dan mudah di dapat, kinerja yang cukup baik, dan langsung bekerja sejak pertamakali di rakit. Saya selalu merekomendasikan project ini pada setiap pemula yang ingin merakit pemancar pertama nya.

Saya telah merakit project ini beberapa kali baik untuk digunakan sendiri maupun untuk memenuhi permintaan teman / pesanan, dan semua yang pernah saya rakit langsung bekerja begitu selesai dirakit. Foto-foto yang ada pd halaman ini adalah salah satu dari sekian pesawat sejenis yang pernah saya rakit.
Pemancar ini merupakan desain dari produsen kit / pcb yang bernama Ronica. Dijual berupa PCB saja tanpa komponen-komponennya.Bila Anda malas membuat PCB sendiri, bisa Anda coba cari PCB project ini di toko elekronika dengan tipe; Ronica SC-197.

Merakit pesawat VHF tidak dianjurkan tanpa menggunakan PCB, semisal merakitnya dengan PCB generik yang berlubang-lubang. Selain masalah kerapian, PCB dalam VHF juga antara lain berfungsi memberi bidang ground yang cukup untuk mengurangi skin effect, dengungan, serta kemungkinan masalah-masalah lainnya.


Konstruksi

Pemancar VFO ini terdiri dari 3 tingkat. Pada bagian osilator nya menggunakan transistor C9018, kemudian tingkat buffer 1 menggunakan 2 buah C930 yang dirangkai berpasangan, dan buffer terakhir rangkaian dari 4 buah C930. Ide merangkai transistor secara berpasangan ini adalah ide yang baik, selain menghasilkan penguatan yang lebih besar transistor yang berpasang-pasangan seperti ini juga dapat meningkatkan kestabilan.

Pada saat perakitan sebaiknya dikerjakan secara bertahap. Mulai dari bagian osilatornya, yakni mulai dari bagian kiri skema sampai C6 seperti foto dibawah ini.

C1 sampai C4 serta koil L1 merupakan komponen-komponen yang terpenting dalam menentukan frekwensi yang dibangkitkan. Untuk meningkatkan kestabilannya, pergunakanlah komponen-komponen yang terbaik pada bagian osilator. Banyak referensi yang menyatakan bahwa pada rangkaian RF lebih baik menggunakan kapasitor keramik daripada mika. Oleh karena itu saya belum pernah mencoba menggunakan kapasitor selain keramik di bagian osilator.

Bila memungkinkan, cari jenis kapasitor keramik NPO yang lebih stabil pada saat terjadi perubahan suhu.



Dari beberapa kali merakit pesawat ini, saya mendapati range frekwensi yang dapat dijangkau pemancar ini tidak utuh mulai dari 88 s/d 108 Mhz. Dengan spesifikasi lilitan osilator seperti pada skema akan menghasilkan jangkauan 90an Mhz ke atas. Sehingga jika diinginkan frekwensi yang berada di kisaran FM bawah, koil osilator perlu ditambahkan 1 (satu) lilit lagi menjadi 4 lilitan.

Dipasaran tersedia 2 jenis koker kosong (tanpa lilitan) seperti ini.

Yang besar berdiameter 8 mm, dan yang kecil 5 mm. Pilihlah yang berukuran kecil untuk koil osilator dalam proyek ini. Sebenarnya ada 1 jenis lagi yang berdiameter 5 mm namun mempunyai landasan sebesar yang berdiameter 8 mm. Bila beruntung memperoleh koker jenis ini maka bisa langsung digunakan pada PCB SC-197. Namun bila tidak, koker kecil seperti gambar disamping ini pun bisa digunakan setelah pin-pin yang tidak terpakai dibuang / dicabut dengan tang buaya. Sisakan 2 pin yang berada diposisi berseberangan diagonal, sehingga nantinya bisa pas masuk ke lubang yang tersedia di PCB.


Cermati lubang pada PCB yang merupakan titik-titik sambungan bagi koker agar sesuai skema. Pada foto bagian osilator diatas terlihat bahwa titik-titik tersebut berada pada sisi yang terdekat dengan sablonan tulisan "PEMANCAR MINI FM 88 - 108 MHZ".

Dalam proyek ini hanya ada 2 jenis transistor yang digunakan, yaitu C9018 dan C930. Perhatikan letak kaki-kaki transistor tersebut pada gambar ini.



Pada saat mencarinya di toko komponen, jangan bingung dengan kode di depan yang mendahului kode-kode transistor tersebut. Anda mungkin akan menjumpai kode FCS9018 yang sama saja dengan 2SC9018. FCS di depannya menunjukkan pabrikan pembuatnya yaitu Fairchild Semiconductor perusahaan silikon yang berbasis di Amerika.

2SC menunjukkan transistor buatan Jepang, sebagaimana kebanyakan transistor yang beredar di pasaran Indonesia.

Setelah bagian osilator selesai dirakit, lakukan ujicoba dengan menghubungkannya pada power supply. Untuk pengujian ini bisa menggunakan 9V saja demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kemudian hidupkan radio penerima FM pada sembarang frekwensi yang kosong. Cobalah memutar inti koker osilator menggunakan obeng kecil hingga sinyal terdengar pada radio penerima. Ciri nya suara desis akan hilang bila frekwensi yang dihasilkan osilator adalah sama dengan frekwensi pada radio penerima.

Bagian Buffer 1 dan 2

Setelah osilator dipastikan berfungsi dengan baik, maka pekerjaan bisa dilanjutkan dengan bagian buffer.

Mengerjakan bagian buffer dari SC-197 sangat menyenangkan, karena variasi komponen yang dipergunakan hanya 4 jenis, yaitu satu jenis transistor (Tr.2 s/d 7), satu jenis resistor bernilai sama (R5 s/d R10) , satu jenis trimmer (C8 dan C9), dan satu jenis koil yang berdimensi sama pula (L2 dan L3).


Tambahan (17 Feb 2013): Ada masukan dari teman agar pada buffer 1, resistor sebesar 47k cukup digunakan 1 buah saja. Tips tersebut konon dapat meningkatkan performance pemancar ini.

Koil L2 dan L3 merupakan lilitan ber-inti udara, dibuat dari kawat berdiameter 0.7 / 0.75 mm dengan diameter lilitan 6 mm. Cara membuat koil secara umum bisa dipelajari pada tulisan Tips Membuat Koil yg akan diposting menyusul.

Mencari kapasitor trimmer terkadang menimbulkan kebingungan tersendiri. Apalagi pada saat kita membeli, penjaga toko nya tidak benar-benar mengenal produk yang dijualnya. Seringkali saya menunjuk sebuah trimmer di etalase kios komponen lalu menanyakan nilai kapasitansi nya dan memperoleh jawaban "tidak tahu". Atau yang lebih membingungkan lagi di toko tertentu saya mendapat penjelasan nilai sebuah trimmer sekian pF, lalu di toko yang lain saya dapati trimmer -yang saya yakin sama persis- dikatakan penjualnya dengan nilai yang berbeda. Dan kedua toko tadi sama-sama keukeuh dengan pendapatnya masing-masing. Bingung kan.

Sebenarnya masalah seperti ini mudah dipecahkan seandainya saja semua pabrikan trimmer dengan sukarela memberi cap nilai secara eksplisit pada badan trimmer (cat.: setahu saya hanya trimmer dari pabrikan Arco yang memberi cap nilai pada trimmernya).

Saya telah mencoba beberapa trimmer yang bisa dipakai untuk C8 dan C9. Trimmer-trimmer tersebut saya dokumentasikan dalam foto berikut ini.


A. Trimmer berkode warna hijau dengan dielektrika plastik berkaki 3, dari beberapa sumber menyatakan nilai kapasitansi nya 70 pF. Kalau tidak terpaksa, sebaiknya hindari trimmer ini. Jalur obeng untuk pengetrimannya / trimming terlalu kecil dan rapuh sehingga mempersulit pekerjaan trimming nanti nya.
B. Trimmer dengan dielektrika keramik berkaki 3, kapasitansi nya 100 pF. Dari pengalaman saya, trimmer ini merupakan yang terbaik diantara 4 trimmer pada gambar di atas. Pada saat pertamakali rotator nya diputar akan terasa berat (agak sulit diputar). Hal ini wajar. Justru jika pertamakali diputar terasa ringan, bisa jadi trimmer tersebut sudah bekas pakai.
C. Trimmer dengan dielektrika tidak diketahui- berkaki 2, menurut beberapa sumber nilai nya 70 pF.
D. Trimmer berbadan plastik oranye dengan dielektrika keramik berkaki 2, nilai kapasitansi nya 65 pF.

Yang manapun salah satu di antara trimmer di atas yang Anda pilih, gunakan lah secara identik untuk C8 dan C9 (maksudnya; bila Anda gunakan yang A untuk C8, maka C9 pun pakai yang A juga).


Tuning

Setelah selesai perakitan dan pemeriksaan seluruh sambungannya telah terhubung dengan baik, maka tahap selanjutnya adalah proses tuning untuk mendapatkan kinerja yang optimal dari pemancar tersebut. Dalam tahap ini kita membutuhkan obeng trim berupa obeng khusus terbuat dari bahan plastik (dipasaran biasanya berwarna hijau), sebuah SWR meter, dan Dummy Load.

Keluaran dari pemancar yang menuju antena dihubungkan dengan input SWR, kemudian output SWR di hubungkan pada Dummy Load. Jangan biasakan kelalaian ketika menghidupkan pemancar tanpa terhubung pada antena atau Dummy Load.

Kemudian setelah peralatan tersebut terangkai, hidupkan pemancar. Untuk modulasi FM kita tak perlu menyuntikan sinyal audio ketika melakukan proses tuning. Posisikan SWR pada posisi Power yang menandakan kita hendak mengukur power output dari pemancar.

Tentukan frekwensi yg dikehendaki dengan memutar inti ferit L1 secara perlahan. Gunakan radio penerima FM untuk memeriksa keberadaan frekwensi pemancar yang akan dituning.

Setelah frekwensi ditentukan, putar trimmer C8 hingga mendapatkan nilai terbesar dari Power / SWR meter. Lakukan hal yang sama pada trimmer C9. Kemudian ulangi lagi langkah ini dari C8 dilanjut ke C9 untuk beberapakali hingga dirasa hasil yang maksimal yg di dapat.

Kemudian pindahkan saklar SWR pada fungsi VSWR. putar trimmer C9 sampai didapatkan hasil SWR yg terendah.

Selamat mencoba, semoga berhasil.

No comments:

Post a Comment